Senin, 16 Desember 2013

Skrining HIV AIDS Di Daerah Transmigran


12 September 2013, pekan kedua gue hidup di Bagan Siapiapi, salah satu wilayah kerja pelabuhan  dari Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas III Dumai. Pindah kesini surprise banget buat gue J, coz sebelumnya baru jalan dua bulan  gue migrasi ke Sei Pakning, yang juga salah satu wilayah kerja dari kantor. Well, pekan ke dua September, gue udah dapat jejaring untuk mendukung kerjaan, awalnya main Ke Dinkes, eh sesuatu banget ya, ketemu lagi dengan Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Rokan Hilir ditempat yang sama, Alhamdulillah ya, dapat jalan untuk nambah ilmu lagi, nambah teman lagi, keep calm guys J.
Seperti biasa, ikut event yang nambah wawasan, berhubungan ma kerjaan terlebih lebih gak perlu modall, itu sesuatu banget men J
Dokumentasi Pribadi
Bekerja sebagai nelayan dan petani sawit, itu gambaran umum pekerjaan masyarakat di daerah itu, kita sebut saja Pulau X. Ya betul, sebuah pulau diselat bagan, yang menjadi daerah transmigran dari masyarakat yang berasal dari pulau jawa, Sulawesi dan Kalimantan. Etnis jawa, tionghoa, banjar, bugis, dan batak hidup rukun dalam keragama disini.
Awal kegiatan ini kami rencanakan pada area lokalisasi di Pulau tersebut. What ? lokalisasi ? Ya benar, lokalisasi yang seakan akan dilegalkan, tanpa adanya pengawasan, bermodus layaknya seperti rumah-rumah warga dibatasi bilik-bilik kayu yang nyaris roboh, mereka masih tetap eksis untuk mnjajakan dirinya, entah untuk bertahan hidup atau memang menjadi kebutuhan. Feeling sad L tentu saja masyarakat yang tinggal di sekitar Pulau X menjadi kelompok beresiko dengan adanya lokalisasi tersebut.

Rencana awal berubuah, kami memulainya di Pos Kesehatan Pulau, kebutulan saat bersamaan ada acara pengobatan umum. Rencana aksi ini kami awali dengan sosialisasi informasi HIV AIDS dan Skirining darah. Skriring darah menjadi teknik yang valid untuk secara dini mengetahui kasus yang terjadi, meski dengan biaya mahal, tetapi cara ini tetap menjadi cara yang paling  oleh surveyor.
Tentunya rencana aksi tidak berjalan dengan lancar, untuk area lokalisasi acap kali kami harus jemput bola kedalam kamar “nikmat nya dunia”, ruang 2x3 meter yang tertutup, ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan, botol miras yang berserakan, complicated deh, sumpah, seru abis men J. Takut, “geli”  dan sudah pernah periksa, itu segelinitir alasasn yang terucap dari mulut mereka,tapi teman2 tim KPA tetap harus periksa! Lu beresiko men J !
Menatap wajah mereka lalu berbincang kecil dengan mereka, cukup dapat membantu mengumpulkan informasi, yang benar saja, mereka itu sudah pindah pindah dari daerah tetangga sekitar pulau dan yang paling mencengangkan, pelanggan mereka umumnya nelayan sekitar pulau dan pemuda-pemuda pulau.well,miris melihat kaum pria yang melakukan kesenangan dunia tanpa memikirkan resiko yang akan terjadi bagi keluarga mereka. Meski proporsi penularan lebih besar terjadi melalui hubungan seks, namun perinatal dan IDU juga mempunyai proporsi yang besar untuk efektivitas penularan. Nasi sudah menjadi bubur, namun bubur masih bias dikonsumsi dan masih punya nilai gizi, begitulah ungkapan untuk kasus ini, masih bisa mencegah dan menyadarkan para pelaku sex bebas yang terjadi di Pulau J
Buat teman2 KPA, ditunggu rencana tindak lanjutnya untuk kegiatan Pembinaan Desa Siaga HIV AIDS, tentunya denga senang hati, Wilker bagan Siapiapi kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas III Dumai, dengan senang hati dan tanpa pamrih, keep calm J J hehe…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar