Sabtu, 26 November 2011

Sejarah Epidemiologi

Tulisan ini untuk melengkapi tuisan saya yang terdahulu yaitu perkembangan epidemiologi. Tidaklengkap  rasanya mempelajari suatu illmu tanpa tahu sejarahnya. Oke lah, semoga tulisannnya bermanfaat. Salam Kesehatan..
I'm a Epidemiolog
Epidemiologi tidak berkembang dalam ruang hampa. Aneka ilmu dan peristiwa, seperti  kedok- teran, kedokteran sosial, revolusi mikrobiologi, demografi, sosiologi, ekonomi, statistik, fisika, kimia, biologi molekuler, dan teknologi komputer, telah mempengaruhi perkembangan teori dan metode epidemiologi. Perkembangan sejaraj epidemilogi dimulai hingga zaman yunani kuno hingga epidemiologi klinik pada zaman sekarangini (Bhisma Murti, 2008).
A. Sejarah Epidemiologi Yunani Kuno
1. Empedocle (490–43 SM)
Empedocle adala seoran filsu pra-Socrates,   dokter, sastrawan, dan orator Yunani, yang tinggal di Agrigentum, sebuah kota di Sisilia. Para ahli sejarah menemukan sekitar 450 baris puisi karyanya yang ditulis pada daun papirus. Dari kumpulan puisi itu diketahui bahwa Empedocles memiliki pandangan tentang berbagai isu yang  berhubungan dengan biologi modern, khususnya biologi genetik dan molekuler tentang terjadinya   kehidupan,   fisiologi   komparati da eksperimental,   biokimia da ensimologi.  Empedocles     adalah  penggagas      teori Kosmogenik Empat Elemen/ Akar Klasik (Classical Roots): bumi, api, air, dan udara. Menurut Empedocles,   tumbuhan, binatang, termasuk manusia, diciptakan dari empat elemen itu. Jika dikombinasikan dengan cara yang berbeda, maka kombinasi itu akan menghasilkan aneka ragam spesies tumbuhan dan binatang di  muka bumi. Campuran keempat elemen itu merupakan basis biologi  genetik  dan  herediter  yang  terwujud  dalam  organ  atau bagia tubu manusia.
2.      Aristoteles (384-322 SM).
Aristoteles adalah seorang filsuf dan ilmuwan Yunani, berasal dari Stagira.  Anak  seorang  dokter,  Aristoteles  merupakan  murid  Plato.  Tetapi  berbeda  dengan gurunydalam  penggunaan  metode  untuk  mencari  pengetahuan,  Aristoteles  berkeyakinan, seorang dapat dan harus mempercayai panca-indera di dalam mengivestigasi pengetahuan dan realitas.
Tulisan Aristoteles  mencakup  aneka subjek. Tulisan resminya tentang anatomi manusia tidak diketemukan, tetapi banyak karyanya tentang binatang menunjukkan bahwa dia telah menggunakan pengamatan langsung dan perbandingan  anatomis  antar  spesiemelaludiseksi  (penyayatan).  Aristotelememberikan fondasi bagi metode ilmiah.
Di sisi lain  Aristoteles juga melakukan  sejumlah kekeliruan.  Dia mengkompilasdan memperluas  karya  para  filsuf  alam  Yunani  sebelumnya,  dan  merumuskan  hipotesis  bahwa materi mati dapat ditransformasikan secara spontan oleh alam menjadi binatang hidup, dan proses itu bisa terjadi di mana saja dalam kehidupan sehari-hari. Teori itu disebut Generasi Spontan (―spontaneous generation, equivocal generation, abiogenesis), yang bertolak  belakang dengan teori  univocal generation‖ (teori  reproduksi, biogenesis) bahwa kehidupan berasal dari reproduksi benda hidup. Sampai  duaratus tahun yang lampau sebagian ilmuwan klasik percaya kepada vitalisme, suatu gagasan bahwa materi mati seperti kotoran, rumput mati, daging yang membusuk memilik vitalita d dalamnya yang   memungkinka terciptany kehidupan.
3.      Humoralisme
Humoralisme atau Humorisme adalah teori yang menjelaskan bahwa tubuh manusia diisi atau dibentuk oleh empat bahan dasar yang disebut humor (cairan). Keempat humor itu adalah empedu hitam, empedu kuning, flegma (lendir), dan darah Pada orang yang sehat, keempat humor  berada dalam keadaan seimbang. Sebaliknya semua penyakit disebabkan oleh ketidakseimbangan humor, sebagai akibat dari kelebihan atau kekurangan salah satu dari keempat humor itu. Defisit itu bisa disebabkan oleh uap yang dihirup atau diabsorbsi oleh tubuh.
Komunitamedis  Yunani,  Romawi,  dan  kemudian  Muslim  dan  Eropa  Barat,  selama berabad-abad  mengadopsi dan mengadaptasi filosofi kedokteran klasik.  Humoralisme sebagai sebuah teori kedokteran populer selama beberapa abad, terutama karena pengaruh tulisan Galen (131201).  Menurut  Galen,  kesehatadihasilkadari  keseimbangan  humor,  atau  eukrasia. Sebaliknya ketidakseimbangan humor, atau diskrasia, dipandang merupakan kausa langsung semua penyakit.
4.      Hippocrates  (377-260  SM)
Hippocrates adalah seorang filsuf dan dokter Yunani pasca- Socrates, yang dikenal sebagai Bapak Kedokteran Modern. Hippocrates telah membebaskan  hambatafilosofis  cara  berpikir  orang-orang  pada  zaman  itu  yang  bersifat spekulatif   da superstitif   (tahayul)   dala memandan kejadia penyakit Hippocrates memberikan kontribusi besar dengan konsep kausasi penyakit yang dikenal dalam epidemiologi dewasa ini, bahwa penyakit terjadi karena interaksi antara ‗host-agent-environment‘ (penjamu- agen-lingkungan). Dalam bukunya yang  "On Airs, Waters and Places" (―Tentang Udara,  Air, dan Tempat‖) yang diterjemahkan Francis Adam, Hipoccrates mengatakan, penyakit terjadi karena kontak dengan jazad hidup, dan berhubungan dengan lingkungan eksternal maupun internal seseorang.
Pandangan Hippocrates tentang kausa penyakit dipengaruhi oleh filsafat  Empat Elemen dan Humoralisme Yunani  kuno.  Sebagai  contoh,  Hippocratemenegaskan peran penting iklim, sifat-sifat udara, angin, kualitas udara dan air, bagi kesehatan. Sebuah kutipan dari buku itu menyebutkan, Whoever wishes to investigate medicine properly should proceed thus: in the first place to consider the  seasons  of  the  year,  and  whaeffects  each  of  them produces. Then the winds,the hot and the cold, especially such as are common to all countries, and then such as are peculiar to each locality…‖ Artinya, siapapun yang ingin mempelajari ilmu kedokteran dengan benar hendaknya melakuka langkah-langkah   sebaga berikut pertama- tama  pertimbangkan  musim  sepanjang  tahun  dan  efek yang   dihasilkannya Lal angin,   yan panas   maupun dingin,  terutama  yang  dialami  oleh  semua  negara,  lalu yang dialami secara khusus oleh daerah setempat.
Kontribusi Hippocrates untuk epidemiologi tidak hanya berupa pemikiran tentang kausa penyakit  tetapi  juga  riwayat  alamiah  sejumlah  penyakit.  Dia  mendeskripsikan  perjalanan hepatitis  akut  pada  bukunya  ‗About  Diseases‘:  ikteruakut  dengan cepat  menyebarurine menunjukkan warna  agak kemerahan…panas tinggi, rasa tidak  nyaman. Pasien  meninggal dalam waktu  4  hingga  10 hari‖   (Bannis & Assocatiates, 2001; Grammaticos da Diamantis, 2003). Dalam  terminologi  epidemiologi  sekarang,  meninggal dalam   waktu  4  hingga  10  hari‖   sejak timbulnya gejala klinis merupakan durasi penyakit tersebut.
B. Era Romawi
1.  Edward Jenner (17491823)
Edward Jenner adalah penemu metode pencegahan cacar yang lebih aman, disebut vaksinasi.  Pada   Me 1796   Jenner   melakukan   eksperimen pertamanya yang kemudian menjadi sangat termashur. Jenner menemukan seorang wanita muda pemerah susu, Sarah Nelms, yang tengah  mengalami  lesi  baru  cowpox  pada  lengan  dan  tangannya. Jenner mengambil pus (nanah) dari pustula pada pemerah susu itu dan mencangkokkannya pada lengan seorang anak berusia 8 tahun bernama James Phipps. Anak tersebut mengalami demam ringan dan ketidaknyamanan pada ketiaknya. Sembilan hari setelah prosedur anak itu mengalami kedinginan dan kehilangan selera makan, tetapi hari berikutnya merasa jauh lebih baik. Pada Juli 1796 Jenner melakukan inokulasi lagi, tetapi kali ini dengan materi segar dari lesi  cacar. Ternyata Phipps tidak mengalami penyakit cacar, sehingga Jenner mengambil kesimpulan  bahwa anak tersebut telah terlindungi dengan   sempurna.
C. Perkembangan Statistik Vital
1. Jhon Graunt
John Graunt memanfaatkan catatan kelahiran dan kematian  untuk mempelajari fluktuasi epidemi sampar dan pengaruhnya terhadap  jumlah  penduduk  dari  tahun  ke  tahun. Graunt mengatakan bahwa kelahiran dan kematian sesungguhnya bervariasi secara teratur, karena itu dapat diramalkan. Lalu Graunt menciptakan sebuah tabel untuk memeragakan berapa banyak individu dari sebuah populasi terdiri atas 100 individu yang akan bertahan hidup pada umur-umur tertentu. Tabel temuan John Graunt ini disebut tabel hidup‘ (life  table,  tabel  mortalitas).  Dengan  tabel  hidup  dapat  diprediksi  jumlah  orang  yang  akan mampu  melangsungkan  hidupnya  pada  masing-masing  usia  dan  harapan  hidup  kelompok- kelompok  orang  dari  tahun  ke  tahun.
D. Epidemiologi Modern
1.    John Snow (1813-1858).
Pada paroh pertama abad ke 19 terjadi pandemi kolera di berbagai belahan dunia. Epidemi kolera menyerang London pada tahun 1840an dan 1853-1854. Pada zaman itu sebagian besar dokter berkeyakinan, penyakit seperti kolera dan sampar (The Black Death) disebabkan  oleh  miasma‘  (udara  kotor)  yang  dicemari  oleh  bahan  organik  yang membusuk. Seorang dokter bernama John Snow memiliki pandangan yang sama sekali berbeda dengan dokter lainnya Pada waktu itu belum dikenal Teori Kuman (Germ Theory). Tetapi  berdasarkan bukti-bukti yang ada,  Snow yakin bahwa penyebab penyakit bukan  karena  menghiruudara  kotor. Snow mengmeukakan hipotesis  bahwa  penyebab  yang  sesungguhnyadalah  air minum       yang terkontaminasi   tinja     (feses).
Bersamdengan  seorang  dokter  Inggris  lainnya,  William  Farr,  dan  seorang  dokter Hungaria,  Ignaz  Semmelweis,  John  Snow  dipandang  sebagai  pendiri  epidemiologi  modern. Ketiga tokoh bersama-sama membawa epidemiologi dari sekedar‘ berfungsi untuk mendeskripsi distribusi penyakit dan kematian pada populasi, menjadi epidemiologi yang   berfungsi untuk menganalisis dan menjelaskan kausa distribusi penyakit dan kematian pada populasi. Kontribusi epidemiologis ketiga tokoh tersebut mencakup konsep pengujian hipotesis, suatu metode ilmiah yang diperlukan untuk memajukan sains apapun.
2.    Willia Farr   (1807-1883).  
Farr  memberikan  dua  buah  kontribusi penting bagi epidemiologi, yaitu mengembangkan sistem surveilans kesehatan  masyarakat,  dan  klasifikasi  penyakit  yang   seragam. Farr mengembangkan  sistem  pengumpulan  datrutin  statistik  vital tentang  jumladapenyebab  kematian,  dan  menerapkadata tersebut untuk mengevaluasi masalah kesehatan masyarakat, yang dewasa   in dikena sebagai   surveilans   kesehata masyarakat. Surveilans kesehatan masyarakat menurut definisi sekarang adalah pengumpulan,  analisis  dan  interpretasi  data  (misalnya,  tentang agen/ bahaya, faktor risiko, paparan, peristiwa kesehatan) secara terus-menerus dan sistematis, yang esensial untuk perencanaan, implementasi,    dan      evaluasi      praktik kesehatan        masyarakat.
E. Teori Kuman (The Germ Theory)
1.    Anton  van  Leeuwenhoek  (1632-1723).
Anton van Leeuwenhoek adalah penemu mikroskop.  Leeuwenhoek menemukan banyak temuan yang sangat   penting dalam sejarah biologi. Leeuwenhoek adalah orang yang pertama kali menemukan bakteri, parasit yang hidup bebas bernama protista, nematoda dan rotifera mikroskopis, sel sperma, sel darah, dan  lain-lain.
2.    Louis Pasteur (1822 1895)
Dia dikenang karena terobosannya monumental di bidang kausa dan pencegahan penyakit. Pasteur memeragakan bahwa fermentasi (peragian) disebabkan oleh pertumbuhamikroorganisme.  Melalui  eksperimen  Pasteur  membuktikan  bahwa  timbulnya bakteri  pada  agar  nutrien  bukan  disebabkan  oleh  Pertumbuhan  Spontamelainkan  proses biogenesis  (omne  vivum  ex  ovo)  melalui  reproduksi.  Pertumbuhan  Sponta(Spontaneous Generation,  EquivocaGeneration,  abiogenesis)  merupakan  teori  kuno  bahwa  kehidupan (khususnya penyakit) berasal dari benda mati, dan proses ini bisa terjadi pada kehidupan sehari- hari.
Sumbangan Pasteur yang signifikan lainnya terletak pada penemuan cara yang efektif pencegahan penyakit infeksi. Pasteur menciptakan vaksin pertama untuk rabies, antraks, kolera, dan beberapa   penyakit   lainnya.   Temua Pasteur   tentang   vaksin merupakan karya revolusioner, karena berbeda dengan cara yang dilakukan  Edward  Jenner  sebelumnya,  dia  menciptakan  vaksin secara artifisial. Pasteur tidak menggunakan materi virus cacar sapi dari sapi yang sakit, melainkan menumbuhkan virus pada kelinci, lalu  melemahkannydengan  cara  mengeringkan  jaringan  syaraf yang  terkena. Dengan cara yang sama Pasteur bersama seorang dokter  Perancis  dan  rekan  Pasteur,  Emile  Roux,  menciptakan vaksin rabies.
3.    Robert Koch (1843-1910)
Robert Koch adalah serorang ahli bakteriologi Jerman. Koch mengabdikan sebagian besar waktunya untuk melakukan studi mikroskopis tentang bakteri. Koch tidak hanya menciptakan metode pewarnaan dengan pewarna anilin tetapi juga teknik kultur bakteri, suatu teknik standar mikrobiologi    yang  masih  digunakan  sampai  sekarang. Koch  menemukan  bakteri  dan mikroorganisme  penyebab  berbagai  penyakit  infeksi.
F. Era Epidemiologi Penyakit Kronis
1. Framingham Heart Study.
Dengan latar belakang masalah meningkatnya kejadian penyakit kronis, khususnya penyakit kardiovaskuler, Pemerintah AS,  Public Health Service menginstruksikan National Heart, Lung, and Blood Institute (pendahulu National Institute of Health), untuk memulai suatu projek riset yang disebut Framingham Heart Study (FHS). Tujuan studi epidemiologi ini adalah meneliti aneka faktor risiko penyakit kardiovaskuler.

FHS  telah  membuka   pengetahuan  baru  tentang  prevalensi,  insidensi,  manifestasi  klinis, prognosis, dan faktor risiko predisposisi yang dapat diubah pada penyakit kardiovaskuler. FHS menghasilkan banyak temuan monumental yang dewasa ini sudah diketahui umum, seperti efek penggunaan rokok tembakau, diet  tak sehat, inaktivitas fisik, obesitas, kadar kolesterol tinggi, tekanan  darah  tinggi,  dan  diabetes terhadap  penyakit  kardiovaskuler.  Kini   berdasarkan pengetahuan tersebut, semua negara dapat memusatkan perhatiannya kepada upaya pencegahan yang efektif untuk menurunkan beban penyakit kardiovaskuler dan penyakit utama non-menular lainnya.  FHS  juga  telah mengubah  dominasi  paradigma  lama  Teori  Kuman  bahwa        kausasi penyakit bersifat one cause one effect.. FHS memeragakan bahwa  etiologi  penyakit non-infeksi bersifat multifaktor yang tidak dapat diterangkan dengan Teori Kuman. Paradigma baru tentang kausasi yang disebut "multivariate risk"faktor penyebab penyakit yang bersifat majemuk, telah mempengaruhi perkembangan desain studi dan metode analisis data.
2.      The British Doctors Study.
Pada waktu yang hampir bersamaan dengan Framingham Heart Study berlangsung suatu projek riset besar epidemologi lainnya di Inggris yang disebut The British Doctors Study. The British Doctors Study merupakan sebuah studi kohor prospektif, dimulai 1951 hingga 2001. Studi ini dilatari dengan masalah epidemi kanker paru di Inggris.
Pada  waktu  itu  belum  diketahui  dengan  jelas  mengapa  terjadi  peningkatan  angka  kejadian kanke paru.  Terdapat  kecurigaan  tentang  kemungkinan  hubungan  antara  merokok  dan berbagai penyakit tetapi belum ada bukti ilmiah yang mendukung hipotesis itu. Sampai pada dekade 1950an merokok tidak dianggap sebagai suatu masalah kesehatan masyarakat.
3 Richard   Doll   (1912-   2004).
Doll menyimpulkan: Risiko mengalami            penyakit kanker          paru meningkat secara proporsional dengan jumlah rokok yang diisap. Perokok yang mengisap 25 atau lebih sigaret memiliki risiko 50 kali lebih   besa daripada  buka perokok‖.  Pad bagia lain   Doll menyimpulkan, Merokok selama 30 tahun memberikan efek yang merugikan sekitar 16 kali lebih besar  daripada merokok  15 tahun. Tidak  seorangpumempercayai  hasil  riset  mereka.  
Hubungan dosis-respons yang kuat antara kanker paru dan merokok sigaret, standar tinggi desain dan pelaksanaan studi, dan penilaian yang seimbang terhadap temuan pada berbagai paper, berhasil meyakinkan komunitas ilmiah dan badan kesehatan masyarakat di seluruh dunia. MRC memberikan pernyataan resmi yang  sependapat  dengan  temuan  Doll  dan  Hill  bahwa  merokok  menyebabkan  kanker  paru. Berdasarkan  hasil  The  British  Doctors  Study,  pemerintah  Inggris  mengeluarkan  pernyataan resmi bahwa merokok berhubungan dengan angka kejadian kanker paru.
G. Epidemiologi Sosial
Emile Durkheim (1858-1917) merampungkan studinya yang menghubungkan bunuh diri dengan aneka keadaan psikopatologis (misalnya, kegilaan), ras, hereditas (keturunan), iklim, musim, perilaku imitatif, faktor-faktor egoistik (misalnya, agama), altruisme (lebih memprioritaskan kebutuhan dan perasaan orang lain ketimbang dirinya sendiri), anomie (instabilitas sosial), dan fenomena  sosial  lainnya
Topik  hangat  lainnya  dari  epidemiologi  sosial  adalah  pengarumodal  sosial  (social capital)   terhada kesehatan.   Pengaruh   moda sosial   terhada kesehata individ dapat diterangkan dengan Teori Budaya/ Perilaku maupun Teori Materialis/ Strukturalis. Modal sosial merupakan  sumber daya yang tersedia bagi individu-individu dan masyarakat melalui hubungan sosial. Modal sosial tidak hanya berwujud variabel psiko-sosial, disebut elemen ―kognitif, seperti kepercayaan  (trust),  norma  timbal-balik  (normof  reciprocity),  dadukungan  emosional (emotional support), tetapi juga faktor-faktor lain yang disebut elemen ―struktural‖, seperti  akses terhadap pinjaman uang, pekerjaan dengan imbalan non-finansial (in-kind), dan akses kepada informasi. Teorinya, masyarakat dengan modal sosial tinggi memiliki tingkat kesehatan lebih baik.
H. Epidemiologi Nutris
Epidemiologi nutrisi adalah studi yang mempelajari faktor-faktor risiko nutrisional yang mempengaruhi  status  kesehatan  dan  penyakit  pada  populasi  manusia.  Epidemiologi  nutrisi bukan merupakan barang baru.
Kini  hasil  riset  epidemiologi  nutrisi banyak  dijumpai  pada  berbagai  jurnal internasional. Contoh, Mai et al. (2005) melaporkan hubungan antara kualitas diet dan insidensi serta kematian karena kanker di kemudian hari pada sebuah kohor prospektif wanita. Kualitas diet diukur menggunakan recommended food score (RFS). Dengan median follow-up 9.5 tahun, para peneliti menyimpulkan, pola diet yang baik (skor RFS tinggi) berkorelasi dengan penurunan kematian pada wanita, khususnya kematian karena kanker paru, kolon/ rektum, dan payudara. Insidensi kanker menurun pada kanker paru. Hasil penelitian konsisten dengan hipotesis bahwa pola  diet  yang  baik  dapat  menghambat  progresi  kanker  dan  memperpanjang  kelangsungan hidup.
I.   Epidemiologi Molekuler
Epidemiologi molekulemerupakan  cabang  epidemiologi  yang  mempelajari  efek  interaksi  gen-lingkungan terhadap risiko terjadinya penyakit. Epidemiologi molekuler berguna untuk mempelajari dengan etiologi, distribusi, dan pencegahan penyakit pada keluarga dan lintas populasi.
Epidemiologi molekuler berguna untuk meningkatkan pemahaman tentang patogenesis penyakit  dengan  cara  mengidentifikasi  molekudan  gen  spesifik,  serta  mekanisme  yang mempengaruhi        risiko          berkembangnyapenyakit. Jika epidemiologi klasik     menentukan kerentanan  genetik  berdasarkan  informasi  antara  (surrogate  information),  misalnya  riwayat keluarga tentang kelainan genetik, maka epidemiologi molekuler menggunakan petanda moleku- ler  (molecular marker, biomarker) untuk menentukan kerentanan genetik.        
Epidemiologi mole- kuler  menggunakan tekni molekuler seperti penjenisan DNA (DNA typing), biomarker dan genetika untuk mendeteksi, mengidentifikasi, dan mengukur berbagai struktur molekuler, baik normal,  varian,  atau  rusak,  berkaitan  dengan  penyakit  atau  paparan  lingkungan.  Berbeda dengan studi  biologi molekuler, epidemiologi molekuler tidak sekedar mempelajari taksonomi molekuler,  filogeni,  atau  genetika  populasi,  tetapi  juga  menerapkan  teknik-teknik  molekuler untuk  mendiagnosis  dini  melalui  skrining  dan  melakukan  intervensi  segera  dalam  rangka mencegah   da mengendalika penyakit   denga lebih   efekti pad populasi.
J. Life-Course Epidemiology
Life-course epidemiology (epidemiologi sepanjang hayat)   adalah ilmu yang mempelajari efek jangka  panjang  paparan  fisik  dan  sosial  selama  gestasi,  masa  kanak-kanak,  remaja,  dewasa, tua, terhadap risiko mengalami penyakit kronis. Epidemiologi sepanjang hayat mempelajari mekanisme biologis, perilaku, dan psikososial yang beroperasi lintas perjalanan hidup individu, bahkan lintas generasi, untuk mempengaruhi terjadinya penyakit kronis di usia dewasa.
Pendekata sepanjang   hayat memberikan cara baru mengkonseptualisasi pengaruh determinan sosial dan lingkungan yang dialami pada berbagai fase perjalanan hidup terhadap perkembangan terjadinya penyakit kronis yang   diperantarai  oleh  proses  biologis  spesifik  proksimal  (misalnya,  hiperkolesterolemia, hiperurisemia).   Pendekatan  sepanjang  hayat  epidemiologi  menggunakan  perspektif            multi disipliner   baik  biologi,  perilaku,  sosial,  maupun  psikologi  -  untuk  memahami  pentingnya waktu dan timing terjadinya paparan, seperti pertumbuhan fisik, reproduksi, infeksi, mobilitas sosial,  transisi  perilaku,  dan  sebagainya,  terhadap  perkembangan  terjadinya  penyakit  kronis pada level individu dan populasi.

K. Epidemiologi klinik

Epidemiologi Klinik
Epidemiologi tidak hanya bermanfaat untuk upaya peningkatan kesehatan masyarakat tetapi juga berguna dalam praktik individual kedokteran klinis. Penerapan konsep dan metode-metode yang logis dan kuantitatif dari epidemiologi untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam pelayanan klinis kepada pasien, baik masalah diagnostik, prognostik, terapetik, maupun preventif, disebut epidemiologi klinik. Contoh 1, ketika seorang dokter mendengar adanya bising sistolik apikal, yakni bunyi jantung abnormal berasal dari bagian puncak (apeks) jantung ketika jantung kontraksi,    bagaimana ia bisa mengetahui bahwa tanda itu mengindikasikan adanya regurgitasi  mitra (yakni,  membaliknya  aliran  darah  dari  ventrikel  kiri  ke  atrium  kiri)? Pengetahuan tersebut diperoleh bukan dari pengalaman memeriksa pasien, melainkan dari riset epidemiologi berbasis populasi yang menemukan adanya korelasi antara temuan-temuan auskul- tasi tentang bunyi jantung  abnormal tersebut dan temuan-temuan patologis atau autopsi pada sekelompok besar pasien.
Dalam perkembangan selanjutnya, awal tahun 90-an para tokoh epidemiologi klinik Sackett,  Haynes,  Guyatt,  dan  Tugwell  (1991)  dan  Evidence-Based  Medicine  Working  Group (1992)  dari  Kanada  dan  Amerika  Serikamemperkenalkan  konseevidence-based  medicine (EBM). Evidence-based medicine menyediakan metode untuk memilih informasi yang bernilai tinggi sehingga intervensi yang diberikan klinisi kepada pasien memberikan hasil yang optimal. Dengan  dipersenjatai‖  seperangkat metode EBM, para klinisi diharapkan mampu menelusuri hasil-hasil  penelitian,  melakukan  penilaian  kritis,  memadukan  bukti-bukti  yang  kuat  secara ilmiah, dan menerapkannya dalam keputusan praktik klinis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar